PLURALISME AGAMA DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM (PERSPEKTIF AL-QUR’AN)
I. PENDAHULUAN
Kerusuhan-kerusuhan yang terjadi pada akhir-akhir ini di berbagai daerah di Indonesia sampai saat ini masih terus bergejolak seperti kasus Ambon, pada dasarnya merupakan akibat dari konflik antar agama yang berbeda. Masing-masing pihak mengklaim bahwa dirinyalah yang paling benar, sedangkan pihak lain salah. Persepsi bahwa perbedaan adalah suatu yang buruk, suatu hal yang menakutkan, sudah begitu mendarah daging dalam jiwa umat-umat beragama.
Akibat dari perseteruan tersebut adalah kesengsaraan semua pihak, yang bertikai maupun yang tidak mengetahui apa-apa. Pada dasarnya akibat dari konflik adalah kerugian yang menyeluruh diberbagai pihak.Rakyat kecil lagi-lagi menjadi korban dan harus menanggung akibat-akibat yang ditimbulkan oleh konflik tersebut.
Akibat dari adanya perseteruan ataupun kerusuhan di suatu daerah pada akhirnya merambat ke daerah yang lain, yang masih satu wilayah maupun diluar wilayah yang berbeda. Memanasnya kondisi disuatu daerah, seperti adanya konflik antar agama dapat memancing daerah lain dikarenakan adanya ikatan emosional yang begitu kuat, ikatan sebagai saudara seiman. Hal serupa pernah terjadi di daerah Mataram, Lombok (Februari 2000) saat umat Islam melakukan tablig akbar untuk mensikapi kondisi umat Islam di Ambon yang berakhir dengan kerusuhan berupa pengrusakan tempat-tempat ibadah dan sarana pendidikan umat Kristiani. Terlepas dari provokator dan lain sebagainya yang biasa menjadi kambing hitam dalam setiap kerusuhan, yang jelas umat beragama belum mempunyai kontrol emosi yang memadai sehingga begitu mudah terpancing untuk melakukan berbagai macam tindakan anarki.Sentimen keagamaan dan fanatisme memberi andil atas terciptanya setiap adegan kerusuhan dan terjadinya konflik.
Dari fenomena-fenomena tersebut setidaknya dapat dijadikan fonis awal bahwa sampai saat ini, kesadaran pluralitas dalam beragama belum menyentuh sisi kesadaran paling dalam pada diri para pemeluk agama. Artinya, slogan-slogan bahwa agama mengajarkan cinta kasih dan perdamaian, tidak menyukai tindakan kejahatan dalam bentuk apapun hanyalah omong kosong.
Dalam bukunya Membumikan Al-Qur’an M. Quraish Shihab menyatakan : “Agama Islam, agama yang kita anut dan dianut oleh ratusan juta kaum muslim seluruh dunia, merupakan “way of life” yang menjamin kebahagian hidup pemeluknya di dunia dan akherat kelak. Ia mempunyai satu sendi utama yang esensial ; berfungsi memberi prtunjuk ke jalan yang sebaik-baiknya”. Petunjuk ke jalan yang baik (sirathal mustaqim) itu terangkum dalam Al-Qur’an sebagai kitab pedoman umat Islam. Umat Islam dituntut untuk mempelajari ajarannya untuk kemudia diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Menanggapi “image-image” yang miring tentang Islam sebagai agama kaum teroris, yang gemar berbuat onar dan kerusuhan, hendaklah merujuk kembali ke Al-Qur’an untuk mendapatkan ketenangan yang lebih otentik. Tentang konsep penghargaan terhadap agama lain di satu sisi misalnya dan konsep berijtihad memerangi kaum beragama lain di sisi yang lain, harus benar-benar di dudukkan sesuai porsinya masing-masing. Ini sangat penting, bukan hanya bagi orang lain di luar Islam, namun bagi orang Islam sendiri agar pemahaman terhadap “ruh” Al-Qur’an benar-benar dapat dibanggakan. Pendidikan Islam dalam hal ini belum dapat merealisasikannya dalam kehidupan nyata. Kalau boleh dikatakan ini merupakan salah atu bentuk kegagalan pendidikan Islam.
II. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah seperti telah dijelaskan di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengertian pluralisme agama?
2. Bagaimana sebenarnya pandangan/perspektif Al-Qur’an tentang pluralisme agama?
3. Bagaimana urgensi implementasi pandangan/perspektif Al-Qur’an tentang pluralisme agama dalam pendidikan Islam ?
III. PEMBAHASAN
1. Pengertian Pluralisme Agama.
Pluralisme agama adalah sebuah konsep yang mempunyai makna yang luas, berkaitan dengan penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda, dan dipergunakan dalam cara yang berlain-lainan pula:
1. Sebagai pandangan dunia yang menyatakan bahwa agama seseorang bukanlah sumber satu-satunya yang eksklusif bagi kebenaran, dan dengan demikian di dalam agama-agama lain pun dapat ditemukan, setidak-tidaknya, suatu kebenaran dan nilai-nilai yang benar.
2. Sebagai penerimaan atas konsep bahwa dua atau lebih agama yang sama-sama memiliki klaim-klaim kebenaran yang eksklusif sama-sama sahih. Pendapat ini seringkali menekankan aspek-aspek bersama yang terdapat dalam agama-agama.
3. Kadang-kadang juga digunakan sebagai sinonim untuk ekumenisme, yakni upaya untuk mempromosikan suatu tingkat kesatuan, kerja sama, dan pemahaman yang lebih baik antar agama-agama atau berbagai denominasi dalam satu agama.
4. Dan sebagai sinonim untuk toleransi agama, yang merupakan prasyarat untuk ko-eksistensi harmonis antara berbagai pemeluk agama ataupun denominasi yang berbeda-beda.
Konsep pluralisme telah menjadi filosofi ketatanegaraan masyarakat dunia saat ini, yang merupakan konsekwensi dari masyarakat yang hidup di era globalisasi. Dalam Islam, pluralisme merupakan dasar dari khilqah (penciptaan) alam dan karenanya pluralisme tidak berpotensi untuk melahirkan konflik.
Menurut al-Qur’an sendiri, sebagai sumber normatif bagi suatu teologi inklusif. Karena bagi kaum muslimin, tidak ada teks lain yang menempati posisi otoritas mutlak dan tak terbantahkan selain Alqur’an. Maka, Alqur’an merupakan kunci untuk menemukan dan memahami konsep persaudaraan Islam-terhadap agama lain---pluralitas adalah salah satu kenyataan objektif komunitas umat manusia, sejenis hukum Allah atau Sunnah Allah,
2. Pandangan/perspektif Al-Qur’an tentang pluralisme agama.
Ada sebuah fenomena menarik di tengah pluralnya masyarakat. Hubungan antar umat beragama saling menghargai dan rukun. Namun kerukunan tersebut menjadi hancur berantakan karena adanya “clash” antar umat beragama yang terjadi di daerah tersebut. Mengakibatkan adanya kerukunan semu tanpa dilandasi kesadaran hidup bermasyarakat secara plural.
Haedar Nashir dalam bukunya Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern menyebutkan bahwa konflik yang muncul di Indonesia, antara lain dipengaruhi oleh stratifikasi sosial, kepentingan ekonomi dan politik, faham atau penafsiran agama, mobilitas keagamaan, dakwah umat dan keyakinan agama. Dengan demikian faktor pemicu konflik, lebih disebabkan karena persoalan agama. Dan ironisnya seringkali agama dijadikan alat propaganda dan terhadap persoalan ekonomi dan politik sehingga agama kehilangan fungsinya sebagai penjaga cinta kasih dan keselamatan di tengah-tengah sistem sosial yang haus kekayaan dan kekuasaan. Lewat pengajaran agama, orang dapat menaburkan bibit kebencian dan menciptakan individu pemeluk agama tertentu masuk dalam bingkai sektarian untuk membenci pemeluk agama lain.
Sikap Al Qur’an terhadap pluralitas agama begitu jelas dan merupakan sunnatullah. Pluralisme agama merupakan kenyataan historis yang tidak dapat disangkal oleh siapapun. Pluralitas agama dalam Islam itu diterima sebagai kenyataan sejarah yang sesungguhnya diwarnai oleh adanya pluralitas kehidupan manusia itu sendiri, baik pluralitas dalam berpikir, berperasaan, bertempat tinggal maupun dalam bertindak.
Agama hanya dijadikan pembatas dalam sisi kemanusiaan. Sebagai dampaknya timbul sikap-sikap ekslusifisme para penganut agama, sikap saling mencurigai, intoleransi yang berakhir dengan ketegangan sosial, pengrusakan, pemusnahan jiwa, dan sebagainya.
Al-Qur’an dalam memberikan pendidikan kesadaran terhadap pluralisme agama terhadap umat manusia diantaranya tampak dari sikap-sikapnya sebagai berikut:
1. Mengakui eksistensi agama lain
ولوشاءالله لجعلكم امة واحدة ولكن يضل من يشاء ويهدى
من يشاء ولتسئلن عماكنتم تعملون (النحل: ٣ ٩ )
Artinya:
“Dan kalau menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang di kehendaki-Nya dan memberi petujuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan”. (Q.S. An-Nahl 16 : 93)
2. Memberi hak untuk hidup berdampingan saling menghormati pemeluk agama lain.
ولا تسبوا اللذين يدعون من دون الله فيسبوا الله بغير علم كذلك زينا لكل امة علمهم ثم الى ربهم مرجعكم فينبئهم بماكانوا يعلمون (الانعام: ١٠٨)
Artinya:
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan tiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan”.(Q.S. Al-An’am 6:108)
3. Menghindari kekerasan dan memelihara tempat-tempat beribadah umat beragama lain.
ولولا دفع الله الناس بعضهم ببعض لهدمت صومع وبيع وصلوات ومساجديدكرفيهااسم الله كثيراولينصرن الله من ينصره الله لقوي عزيز
(الحج : ٤ )
Artinya :
“… Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan)sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi, dan masjid-masjid yang didalamnya banyak disebut nama Allah”. (Q.S. Al-Hajj [22] : 40)
4. Tidak memaksakan kehendak kepada penganut agama lain.
لااكراه فىالدين قد تبين الرشد من الغي (البقرة : ٩ ٢٢)
Artinya :
“Tidak ada paksaan untuk memasuki (masuk) agama (Islam) : sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat”. (Q.S. Al-Baqarah [2] : 229)
5. Mengakui tentang banyaknya jalan yang dapat ditempuh manusia dan pemerintah berlomba-lomba dalam kebajikan.
ولكل وجهة هو مولها فاستبقوا الخيرات (البقرة :١٤٨)
Artinya :
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri)yan ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebajikan”. (Q.S. Al-Baqarah [2] : 148)
Demikian terlihat bahwa besarnya penghargaan dan perhatian Al-Qur’an terhadap adanya pluralisme agama.
3. Implementasi pandangan Al-Qur’an tentang Pluralisme Agama dalam Pendidikan Islam.
Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan, karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan. Pemikiran ini mengandung konsekuensi bahwa penyempurnaan atau perbaikan kurikulum pendidikan agama Islam adalah untuk mengantisipasi kebutuhan dan tantangan masa depan dengan diselaraskan terhadap perkembangan kebutuhan dunia usaha atau industri, perkembangan dunia kerja, serta perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Konsep yang sekarang banyak diwacanakan oleh banyak ahli adalah kurikulum pendidikan berbasis pluralisme.
Sebagaimana disebut di atas, bahwa konsep pendidikan pluralisme adalah pendidikan yang berorientasi pada realitas persoalan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia dan umat manusia secara keseluruhan. Pendidikan pluralisme digagas dengan semangat besar “untuk memberikan sebuah model pendidikan yang mampu menjawab tantangan masyarakat pasca modernisme”.
Namun demikian, kenyataan yang muncul selama saat ini benih-benih konflik, bahkan konflik yang muncul apabila ditelusuri lebih lanjut cenderung disebabkan karena persoalan agama dan menjadikan agama sebagai alat yang ampuh untuk menyulut kerusuhan. Hal ini satu sisi merupakan indikasi “belum berhasilnya” Pendidikan Agama Islam (PAI) terutama di sekolah dalam menanamkan nilai-nilai agama sebagai rahmatan lil’alamin pada anak didik, yang salah satunya disebabkan operasionalisasi dari pendidikan yang hanya cenderung mengarah pada bagaimana menanamkan doktrin-doktrin agama dengan hanya menggunakan pendekatan teologis-normatif .
Memahami agama dengan hanya menggunakan pendekatan ini akan melahirkan sikap keberagamaan yang eksklusif, tidak ada dialog, parsial, saling menyalahkan, saling mengkafirkan, yang dapat membentuk pengkotak-kotakkan umat, tidak ada kerjasama dan tidak akan terjalin kerjasama, dan tidak terlihat adanya “kepedulian sosial”. Sehingga yang sering ditonjolkan hanya perbedaannya –walaupun pada dasarnya masing-masing agama mempunyai perbedaan, karakter, dan ciri khas yang berbeda-beda- sebaliknya nilai toleransi, kebersamaan, tenggang rasa, selama ini kurang ditonjolkan.
Melihat realitas tersebut, maka disinilah letak pentingnya menggagas pendidikan Islam berbasis pluralisme dengan menonjolkan beberapa karakter sebagai berikut; pertama pendidikan Islam harus mempunyai karakter sebagai lembaga pendidikan umum yang bercirikan Islam. Artinya, di samping menonjolkan pendidikannya dengan penguasaan atas ilmu pengetahuan, namun karakter keagamaan juga menjadi bagian integral dan harus dikuasai serta menjadi bagian dari kehidupan siswa sehari-hari. Tentunya, ini masih menjadi pertanyaan, apakah sistem pendidikan seperti ini betul-betul mampu membongkar sakralitas ilmu-ilmu keagamaan dan dikhotomi keilmuan antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu keagamaan.
Kedua ; Pendidikan Islam juga harus mempunyai karakter sebagai pendidikan yang berbasis pada pluralitas. Artinya, bahwa pendidikan yang diberikan kepada siswa tidak menciptakan suatu pemahaman yang tunggal, termasuk di dalamnya juga pemahaman tentang realitas keberagamaan. Kesadaran pluralisme merupakan suatu keniscayaan yang harus disadari oleh setiap peserta didik. Tentunya, kesadaran tersebut tidak lahir begitu saja, namun mengalami proses yang sangat panjang, sebagai realitas pemahaman yang komprehenship dalam melihat suatu fenomena.
Ketiga; Pendidikan Islam harus mempunyai karakter sebagai lembaga pendidikan yang menghidupkan sistem demokrasi dalam pendidikan. Sistem pendidikan yang memberikan keluasaan pada siswa untuk mengekspresikan pendapatnya secara bertanggung jawab. Tentunya, sistem demokrasi ini akan memberikan pendidikan pada siswa tentang realitas sosial yang mempunyai pandangan dan pendapat yang berbeda. Di sisi yang lain, akan membudayakan “reasoning” bagi civitas di lembaga pendidikan Islam.
Untuk merealisasikan cita-cita pendidikan yang mencerdaskan seperti tersebut, lembaga pendidikan Islam perlu menerapkan sistem pengajaran yang berorientasi pada penanaman kesadaran pluralisme dalam kehidupan.
Untuk dapat melaksanakan pendidikan dan menciptakan kesadaran pluralisme, seorang guru/dosen harus dibekali isu-isu aktual, kesiapan mengakses informasi yang akurat dan tepat serta kesanggupan mengapresiasi segala persoalan sosial keagamaan dan sosial kemasyarakatan, karena kemampuan tersebut penurut penulis merupakan bekal yang berpretensi positif bagi terciptanya sikap empati, simpati, solidaritas, keadilan dan toleran guru dan dosen dalam memandang sesamanya yang berlainan agama secara humanis dan harmonis.
IV. KESIMPULAN
1. Pluralisme agama adalah sebuah konsep yang mempunyai makna yang luas, berkaitan dengan penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda, dan dipergunakan dalam cara yang berlain-lainan pula
2. Al-Qur’an dalam memberikan pendidikan kesadaran terhadap pluralisme agama terhadap umat manusia diantaranya tampak dari sikap-sikapnya sebagai berikut:
1. Mengakui eksistensi agama lain
2. Memberi hak untuk hidup berdampingan saling menghormati pemeluk agama lain
3. Menghindari kekerasan dan memelihara tempat-tempat beribadah umat beragama lain.
4. Tidak memaksakan kehendak kepada penganut agama lain
5. Mengakui tentang banyaknya jalan yang dapat ditempuh manusia dan pemerintah berlomba-lomba dalam kebajikan
3. Melihat realitas banyak terjadinya konflik agama, maka disinilah letak pentingnya menggagas pendidikan Islam berbasis pluralisme dengan menonjolkan beberapa karakter sebagai berikut;
1. pendidikan Islam harus mempunyai karakter sebagai lembaga pendidikan umum yang bercirikan Islam
2. Pendidikan Islam juga harus mempunyai karakter sebagai pendidikan yang berbasis pada pluralitas
3. Pendidikan Islam harus mempunyai karakter sebagai lembaga pendidikan yang menghidupkan sistem demokrasi dalam pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
http://buyatthelegend.blogspot.com/2011/08/pluralisme-agama-dan-implementasinya.html
http://elladewi.wordpress.com/2011/05/10/pendidikan-islam/
http://izaskia.wordpress.com/2010/01/13/peranan-pendidikan-dalam-mewujudkan-pluralisme-agama-di-indonesia-analisa-kritis-terhadap-kurikulum-pendidikan-agama-islam-di-smp-smu/
http://mbegedut.blogspot.com/2011/03/contoh-makalah-islam-dan-pendidikan_5014.html
Al Qur’anul Karim
Abdul Munir Mulkhan dkk., Rekonstruksi Pesantren, Religiusitas IPTEK, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998).
Hamim, Thoha. Islam dan Civil Sociaty (Masyarakat Madani) Tinjauan Tentang Prinsip Human Right, Pluralism, dan Religiouse Tolerance. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000).
Jamuin, Ma’arif. Relasi Antar Etnik dan Agama di Era Baru Indonesia. Akademika, NO. 02/ Th. XVI/ 1998.
Nashir, Haedar. Agama dan Krisis Kemanusiaan Modeern. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997).
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. (Jakarta:Grafindo Persada, 2000).
Shihab, Quraish. Membumikan Al-Quran. Cet. XI, (Bandung : Mizan, 1995).
No comments:
Post a Comment